Senin, 28 Mei 2012

cerpenku yang KO (lomba cerpen/cinta pertama oleh sahabat kata)


Bad First Love

Cinta pertamaku adalah kunang-kunang, berkelip terang hanya pada malam hari. Cahayanya pun tak terlalu terang, muncul, hilang, muncul lagi dan menghilang sampai pagi menjelang. Bak kunang-kunang hubungan kami putus nyambung, putus lagi dan nyambung lagi. Seperti lagu yang populer itu.
Namaku Nuri, awal kedekatanku dengan Fariz teman sekelasku dimulai saat berkiprah di dunia OSIS. Saat itu kami masih SMP, masih terlalu dini untuk mengenal pacaran. Sebab akibat banyaknya kegiatan di sekolah yang mengharuskan kita bekerjasama, kedekatan kami memuncak pada waktu menginjak bangku kelas VIII.
Selama menjadi sekretaris OSIS aku banyak terlibat di hampir semua kegiatan intrakurikuler maupun ekstrakurikuler. Demikian juga dengan Fariz, justru ia lebih sibuk dariku pangkatnya pun lebih tinggi dari aku, yaitu ketua OSIS. Kita seharusnya bisa bekerjasama demi kemajuan OSIS di sekolah kami.
Saat ada perlombaan Siswa Teladan aku dan Fariz ditunjuk mewakili sekolah. Sayang kami tidak berkesempatan untuk mendapat juara, kami mendapat juara saat mengikuti lomba MTQ Hardiknas 2007 Alhamdulillah aku mendapat juara I dan Fariz mendapat juara III pada lomba itu.
Untuk merayakan keberhasilan kami, kita mengadakan suatu perayaan kecil. Sekedar makan-makan, untuk mengenang kemenangan kita. Yang diundang tentunya semua anggota OSIS. Dalam percakapan sederhana disebuah restourant, kami berceloteh ria.
“Kalian itu kompak.” Kata Isnie. Sambil meneguk segelas jus tomat.
“Bukankah kita harus kompak?” Sahutku sendu melirik kearah Fariz.
“Tentu saja, kalau tidak kompak kita tidak akan bisa bekerjasama.” Jawab Fariz dengan sigap dan santai.
“Sepertinya takdir juga bekerjasama dengan kalian.” Pendapat Fatkhu sedikit membuat kami berfikir untuk mencerna kata-katanya.
“Maksud kamu apa?” Respon Fariz membuat suasana menjadi dingin.
“Kamu kalah Nuri juga kalah. Giliran Nuri menang, kamu juga menang itu artinya takdir kompak dan berpihak pada kalian.” Jawab Fatkhu agak geregetan.
“Mungkin itu hanya kebetulan semata.” Kataku sambil membersihkan sisa makanan yang tertinggal di bibirku dengan tissue.
“Menurutku takdir berkata jika kalian itu jodoh.” Opini Zara membuatku dan Fariz keselek bersamaan “Apa aku bilang, keselek saja pakai kompak.” Tambah Zara.
“Sorry, aku mau ke toilet sebentar.” Izinku pada teman-teman.
“Ikut?” Rengek Fatkhu.
Sambil memeriksa dahi Fatkhu, Fariz mencoba membuat suasana semarak dengan lelucon sederhana. “Wach, panasnya 100o celcius, sakit jiwa dia. Buruan cepat panggil ambulance, kita bawa ke rumah sakit jiwa, sebelum Tuhan berkehendak lain”.
Tak kuhiraukan leluconnya, kuabaikan pula tawa teman-teman. Segera aku bergegas ke toilet. Rasanya kepalaku pusing sekali. Tuhan, apa yang terjadi. Kenapa aku terlihat pucat, tak kusangka hidungku mimisan. Mungkin aku hanya kelelahan karena aku terlalu lama di toilet Isnie menyusul.
Saat aku kembali, teman-teman mencemaskan kondisiku. Aku terlihat seperti pasien yang lemah, Fariz juga sangat mengkhawatirkan keadaanku.
“Apa kamu baik-baik saja, Nur?” Tanya Fariz sedikit panik.
Aku hanya tersenyum, duduk dan menghabiskan minumanku. Aku tak mengira jika aku akan mimisan lagi, segera kuambil tissue dan mengusap darah yang keluar dari hidungku. Sepertinya aku harus pulang sekarang.
“Teman-teman, aku sedang tidak enak badan. Mungkin aku harus pulang.” Kataku memberanikan diri untuk pulang lebih dulu.
“Bagaimana kalau mengantarmu pulang?” Fariz menawarkan diri.
“Tidak, terimakasih.” Aku menolak tawarannya.
“Kamu tak mungkin pulang sendirian, Nur. Kamu itu kan lagi sakit.” Zara melarangku pulang tanpa Fariz.
“Pulang diantar Fariz, nggak dosa kok.” Fatkhu mendukung jika aku pulang diantar Fariz.
Aku menyerah dan pasrah, “Baiklah” Fariz pun memesan taksi, saat taksi telah tiba Fariz membukakan pintu untukku. Fariz memelototiku karena aku tidak lekas masuk ke dalam taksi. Aku pun tersenyum malu dan segera duduk di belakang sopir.
Belum sampai 1 km taksi melaju, tiba-tiba aku merasa pusing, “Riz” keluhku sambil memegangi kepalaku yang terasa sakit sekali “Nur, kamu kenapa?” Fariz cegitu panik melihatku pingsan bersandar pada bahu kirinya.
“Pak, putar balik. Kita kerumah sakit sekarang. Cepat pak!” Fariz merasa sangat panik dan memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit.
***
Saat itu aku telah siuman tergolek lemah diatas ranjang rumah sakit. Aku melihat seorang suster yang ada disampingku, kupandangi setiap sudut ruangan itu. “Fariz!!” aku memanggil namanya. Suster itu pun menjawab, “Mbak, tadi pacarnya mbak sedang ke apotik”.
Aku berfikir panjang, tadi suster itu bilang “pacar” ah tadi pasti Fariz berkata yang tidak-tidak pada suster itu. Pasti dia mengaku sebagai pacarku di hadapan suster itu. Aku ingin bertemu Fariz, kucoba untuk bangun dan berdiri.
Fariz pun datang membawa obat, dan menghampiri aku. Sementara suster yang sopan dan cantik itu pergi meninggalkan kami. Awalnya aku ingin marah karena Fariz telah mengaku-ngaku sebagai pacarku. Tapi rasanya ini bukan waktu yang tepat, hari ini aku banyak tergantung pada Fariz.
“Sorry lama, tadi aku baru nebus obat. Bagaimana kondisimu, Nur?”
“Baik, dan sudah saatnya aku pulang.” Aku ingin Fariz mengantarku pulang.
“Kamu yakin?, kondisi kamu masih lemah!” Fariz meragukanku.
“Aku yakin.” Kataku dengan penuh semangat.
Kurang lebih selama 30 menit kami naik taksi, akhirnya sampai pula di depan rumahku. Segera aku berterima kasih pada Fariz, karena hari ini aku turun, say “googbye” dan masuk ke dalam rumah, sampai di kamarku. Minum obat dan istirahat.
***
Saat istirahat di taman sekolah, Fariz menghampiriku yang tengah asyik berbincang-bincang dengan Isnie dan Zara. “Aku pinjam Nuri sebentar ya?”.
“Dengan senang hati.” Sahut Isnie dan Zara bersamaan.
“Ada Apa, Riz?” Suaraku terdengar serak.
“Nggak apa-apa kok, kamu sehat?” Fariz sepertinya masih mengkhawatirkan keadaanku.
Saat itu pula aku teringat akan kejadian semalam, aku mengajak Fariz untuk berbicara agak jauh agar teman-teman tidak mendengar pembicaraan kami. “Maksud kamu apa, kenapa semalam kamu mengaku sebagai pacarku di depan suster itu?”.
“Maaf, aku nggak sengaja.” Jawab Fariz setengah tertunduk.
“Kamu jangan coba-coba mencari kesempatan dalam kesempitan ya?” Kataku sedikit geregetan.
“Semalam aku hanya pura-pura, Nur” Ia beralasan.
“Tetap nggak boleh.” Kataku agak ketus.
“Kalau kamu mau sungguhan, aku sama sekali nggak keberatan kok.”
Mendengar kata-kata Fariz yang semakin mengacau, aku menarik beberpa helai rambutnya Fariz. “Aw, sakit tahu!” Fariz mengaduh.
“Kamu serius?” tanyaku penasaran. Fariz hanya mengangguk dengan mantab. Tuhan bagaimana ini, aku harus jawab apa. Aku bingung ya Rabb, berikan aku petunjuk-Mu.
“Boleh” jawabku sambil mengumpulkan keyakinan. Aneh, Fariz mendadak minta dicubit, mungkin ia merasa sedang bermimpi lalu berteriak, “Hore!” sambil lompat-lompat riang.
“Eh-eh, jangan senang dulu.” Aku memotong kegembiraannya. Aku meminta hubungan kita dibawa ke arah yang positif, seperti belajar bersama, olah raga bersama, dan makan-makan bersama.
Baru beberapa hari pacaran, ada-ada saja masalahnya. Aku mendapati Fariz berbohong. Katanya mau basket satim yang terdiri dari Fatkhu, Razki, Arshav, Erick, dan Ali. Tapi aku melihat dengan mata kepalaku sendiri. Fariz tengah menemani Isnie membeli pita dan kertas gabus warna-warni.
Fariz memberi alasan jika itu adalah tugas OSIS, lalu kenapa aku tidak dilibatkan. Ia juga menegaskan berkali-kali jika Isnie itu bendahara OSIS. “Aku mau kita putus.” Kataku penuh emosi.
“Tidak masalah.” Menerima keputusankku, ia sama sekali tidak menyesal dan minta maaf kepadaku. Pada akhirnya, aku yang merasa kehilangan Fariz karena sikapku yang kekanak-kanakan.
***
Pensi sebentar lagi dimulai, lagi-lagi aku dan Fariz terlibat sebagai panitia acara tahunan ini. Aku terpaksa bekerjasama dengannya, karena aku tidak mau dikeluarkan dari keanggotaan OSIS. Jadi aku mencoba untuk bersikap profesional, meski sempat beberapa kali berbeda pendapat dengan Fariz, aku tetap memenangkan perdebatan itu.
Aku tidak menyangka, diakhir acara Fariz meminta maaf kepadaku didepan teman-teman. Ia juga menyanyikan lagu untukku, lagu kesukaan kita. Lagu dari Andra and The Backbone yang berjudul “Sempurna”. Ditengah-tengah lagu tersebut, Fariz mengajakku naik keatas panggung.
Fariz menatapku dan melanjutkan bernyanyi, “kau adalah darahku … kau adalah jantungku … kau adalah hidupku … lengkapi diriku … oh, sayangku kau begitu … sempurna ….”
Sungguh aku telah dibuatnya melayang terbang jauh ke angkasa, saat ia berkata. “Would you be my boyfreind again?”. Aku tak mampu berkata-kata lagi, aku hanya bisa tersenyum dan mengangguk, mengiyakan permintaannya. Saat itu pula aku tidak menyadari bila aku telah berada daalam pelukan Fariz. Fariz, aku kangen sama pelukan hangat kamu. Sejak saat itu aku balikan lagi dengan Fariz.
Sejak saat itu pula kami adalah pasangan paling serasi dan menginspirasi kata-kata teman-teman di sekolah seperti, karena kami punya panggilan spesial. Fariz memanggilku Peri Imuet dan aku memanggilnya Pengeran Kunang-kunang, lucu ya.
***
Ada anak baru yang jadi anggota OSIS namanya Indah, dia sekelas dengan aku dan Fariz kehadiran Indah membuatku dan Fariz berjauhan, Indah mendapat posisi sebagai seksi konsumsi di OSIS. Aku sering mendapati mereka jalan bersama dengan tujuan berbelanja untuk keperluan berbagai acara di sekolah.
Aku percaya Fariz dan Indah tak punya hubungan lebih dari sekedar berteman. Kepercayaanku pun tenggelam di lautan saat kudapati Indah berpelukan mesar dengan Fariz disebuah restourant. Lagi-lagi Fariz membuatku merasa cemburu, marah, kesal dan kecewa.
Aku memberi pesan yang berisi “kita putus!” pada saat itu juga. Fariz pun baru tersadar jika aku tengah makan sendirian di restaurant yang sama, ia pun menghampiriku.
“Kamu salah paham, Nur?”
“Kamu mau alasan apalagi, Riz?”Aku marah dalam tangisan.
“Tadi Indah baru putus sama pacarnya dia, wajar donk kalau aku menghibur dia.”
“Kalau menghibur kenapa harus pelukan?, Ups sorry, aku nggak sengaja.” Aku menumpahkan segelas air putih tepat mengenai wajahnya yang pura-pura lugu. Aku pun pergi meninggalkannya jauh dari restaurant itu.
Aku memilih untuk meletakkan jabatanku sebagai sekretaris OSIS. Aku males jika harus bekerja sama dengan bekas pacarku dan penghianat itu.
Saat kutahu Indah yang menggantikan posisiku di OSIS aku marah-marah.
“Selamat ya, sekarang kamu jadi sekretaris OSIS yang baru, penghianat!”
“Makasih, sebentar lagi aku juga akan mengambil hati Fariz dari hati kamu.” Kata Indah dengan besar kepala.
“Silakan! kita dah putus kok.”
“Bagus donk, berarti nggak ada yang menghalangi hubungan kami.” Indah makin lama makin nyolot.
“Iih!” Hampir saja aku menjambak rambutnya yang keriwil itu, tapi Isnie dan Zara mencegahku.
***
Beberapa hari kemudian, kudengar berita sekaligus mimpi buruk itu. Fariz dan Indah jadian, sekarang mereka pacaran. Dua penghianat itu ada di depanku saat ini.
“Selamat ya, mudah-mudahan kalian selamanya.” Kataku pura-pura tegar.
“Makasih, Nur.” Jawab Fariz.
“Tenang Nur, aku akan menjaga dan membahagiakan Fariz dengan sepenuh hati aku.” Sahutan Indah membuat mataku berkaca-kaca, aku berlari tak kuat membendung airmata.
Perih hatiku tersayat, sudah patah, diiris-iris pula. Begitu mudahnya Fariz mencari penggantiku. Padahal dirinya tahu, jika ia adalah my first love. Kini usai sudah kisah cinta antara Pangeran Kunang-kunang dan Peri Imuet.
Sedih jalan cintaku ini. Tuhan biarkan aku melepaskannya, melupakan apa yang pernah terjadi diantara aku dan Fariz. Bantu aku mengikhlaskan semua ini, ya Rahman. Aku yakin bila saat ini aku bersedih terluka hati karena cinta, suatu saat nanti aku akan bahagia karena ada cinta yang lebih baik daripada cinta sebelumnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar